TIDORE – Kepala Rutan Kelas IIB Soasiu, David Lekatompessy, memberikan klarifikasi terkait insiden perkelahian antara seorang petugas dan warga binaan yang terjadi beberapa hari lalu dan sempat diberitakan sejumlah media.
Menurutnya, banyak pemberitaan yang beredar tidak menggambarkan kejadian secara utuh dan cenderung sepihak, seolah-olah petugas melakukan penganiayaan terhadap warga binaan.
Kepala Rutan Kelas IIB Soasiu, David Lekatompessy, saat diwawancarai Kamis, (23/10/2025). peristiwa tersebut memiliki kronologi yang lebih kompleks dan perlu dilihat secara menyeluruh agar tidak menimbulkan kesalahpahaman di masyarakat.
Peristiwa bermula pada saat jam pelaksanaan salat dzuhur berjamaah di Rutan Soasiu.
Salah satu petugas, berinisial SL, menegur seorang warga binaan berinisial J, yang saat itu sedang menggunakan layanan Wartelsuspas (Warung Telekomunikasi Khusus Lapas/Rutan) untuk menelpon pihak jaksa terkait perkara 11 warga maba sangaji.
Teguran yang diberikan petugas dilakukan secara baik-baik, karena pada waktu tersebut memang seluruh warga binaan diharapkan mengikuti kegiatan pembinaan keagamaan berupa salat Dzuhur itu wajib berjamaah di masjid Rutan. tampa kecuali warga binaan sakit, dan tidak melakukan sholat.
Lanjut bahwa Namun, warga binaan dengan inisial J, tersebut merespons teguran dengan ucapan tidak pantas dan bernada menantang. Ia, menolak diarahkan oleh petugas dan berkata, “Nga sapa kong atur-atur pa saya” serta menambahkan, “Sambayang itu hak, bukan perintah undang-undang”.
Mendapatkan respons seperti itu, petugas SL, merasa tersinggung karena maksud awalnya hanya untuk mengingatkan warga binaan agar menaati program pembinaan yang sudah menjadi kewajiban selama masa pidana.
Situasi pun sempat memanas, hingga petugas mengeluarkan kata-kata kasar karena tersulut emosi.
Ketegangan kemudian berujung pada tindakan fisik. Berdasarkan rekaman CCTV Rutan Soasiu, terlihat bahwa warga binaan lebih dulu mendorong dan memukul petugas, yang kemudian dibalas oleh petugas SL. Akibatnya, terjadi perkelahian spontan antara keduanya.
Dalam rekaman tersebut tampak jelas bahwa insiden itu bukan penganiayaan sepihak, melainkan perkelahian yang terjadi karena kedua pihak saling bereaksi secara spontan.
Kepala Rutan Soasiu, David Lekatompessy, menegaskan bahwa insiden tersebut tidak bisa disebut penganiayaan, sebagaimana yang ramai diberitakan di media sosial dan beberapa portal berita online.
“Yang terjadi bukanlah penganiayaan. Dari rekaman CCTV sangat jelas bahwa itu adalah perkelahian spontan, bukan pemukulan sepihak, warga binaan bahkan terlihat memukul lebih dulu,” ujar David.
David menjelaskan bahwa Rutan Soasiu menjalankan pembinaan terhadap warga binaan melalui berbagai program, termasuk pembinaan keagamaan.
Salah satunya adalah kewajiban mengikuti salat berjamaah lima waktu. Karena itu, teguran petugas sebenarnya merupakan bagian dari pelaksanaan program pembinaan yang rutin dilakukan setiap hari.
“Perlu dipahami, warga binaan bukan lagi individu yang bebas menentukan kehendaknya semaunya. Mereka berada dalam sistem pembinaan. Salah satu bentuk pembinaan itu adalah disiplin dalam kegiatan keagamaan,” jelasnya.
David menegaskan bahwa pihaknya tidak menutupi kejadian tersebut. Ia bahkan menghormati laporan warga binaan ini secara resmi ke Polresta Tidore untuk diproses sesuai prosedur hukum yang berlaku.
“Kami menghormati dan mendukung proses hukum yang sedang berjalan. Semua pihak harus bersabar menunggu hasil penyelidikan secara objektif. Prinsip kami jelas, siapa pun yang bersalah akan diproses sesuai aturan, meskipun itu pegawai kami sendiri” tegasnya.
Selain itu, David juga menyampaikan bahwa pihak Rutan telah melakukan langkah-langkah internal untuk menjaga situasi tetap kondusif dan memastikan pelayanan serta pembinaan di Rutan Soasiu tetap berjalan dengan baik.
Menutup keterangannya, David Lekatompessy berharap agar media dan masyarakat tidak mudah terpengaruh oleh pemberitaan yang belum tentu sesuai dengan fakta di lapangan. Ia menegaskan bahwa pihaknya tetap berkomitmen menjaga keterbukaan informasi publik, namun juga berharap pemberitaan dilakukan secara berimbang.
“Kami tidak anti kritik, tapi kami berharap agar informasi yang disampaikan kepada publik berdasarkan fakta dan konfirmasi yang jelas. Jangan sampai pemberitaan yang tidak berimbang menimbulkan stigma negatif terhadap petugas pemasyarakatan,” pungkasnya. (Red)